Bubur Asyura: Tradisi Penuh Rasa dan Makna di Bulan Muharram.

Setiap tanggal 10 Muharram, umat Islam mengenang hari penuh keberkahan yang dikenal sebagai Hari Asyura. Di berbagai daerah Indonesia, hari ini dirayakan dengan puasa sunnah, doa bersama, hingga tradisi kuliner yang sarat makna: Bubur Asyura.

đź“– Dari Kisah Nabi Nuh ke Dapur Nusantara

Dikisahkan dalam sejarah Islam, setelah bahtera Nabi Nuh AS (Alaihis Salam) mendarat pasca banjir besar pada tanggal 10 Muharram, beliau dan para pengikutnya mengumpulkan sisa makanan seperti biji-bijian, lalu memasaknya menjadi satu bubur sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT.

Kisah itu lalu diwarisi sebagai tradisi oleh umat Muslim. Di Indonesia, kisah ini menjelma menjadi kegiatan memasak dan membagikan Bubur Asyura secara bergotong royong di masjid, pesantren, hingga halaman rumah warga.

Apa Itu Bubur Asyura?

Bubur Asyura biasanya dibuat dari beragam bahan pangan—mulai dari beras, jagung, kacang, labu, ubi, santan, hingga daging ayam atau sapi. Rasanya bisa manis atau gurih, tergantung daerah. Yang paling penting, bubur ini dimasak dalam jumlah besar dan dibagikan secara gratis.

Ragam Tradisi Bubur Asyura dari Sabang hingga Banten

1. Minangkabau (Sumatera Barat)
Disebut “Bubua Asyura”, menggunakan hingga 40 jenis bahan sebagai simbol kemakmuran dan keberagaman.

2. Riau & Kepulauan Riau
Bubur dimasak ramai-ramai dan dibagikan ke warga. Biasanya disertai ceramah agama, tausiyah, dan santunan anak yatim.

3. Kalimantan Selatan (Banjar)
Bubur Asyura khas Banjar dibuat seperti sup kental berisi ayam, sayur, dan rempah-rempah, penuh cita rasa.

4. Aceh (Kanji Asyura)
Menggunakan rempah khas Aceh, sagu, sayuran, dan daging. Tradisi ini dilakukan di meunasah (surau) oleh para ibu.

5. Jawa Tengah & Jawa Timur
Variasi bubur dengan labu kuning, santan, kacang-kacangan dan gula merah, dibagikan ke tetangga setelah masak bersama.

6. Banten: Bubur Suro dan Santunan Yatim
Di Banten, 10 Muharram dikenal sebagai lebarannya anak yatim.
Masyarakat membuat bubur Suro—bubur gurih berisi kacang hijau, ketan hitam, santan, dan kadang daging ayam.
Biasanya disajikan setelah pengajian malam Asyura, dan santunan untuk anak yatim dan dhuafa menjadi agenda utama.
Beberapa pesantren dan madrasah di Banten juga menjadikan momen ini sebagai syiar kepedulian sosial dan pelatihan hidup bermasyarakat bagi santri.

Lebih dari Sekadar Bubur

Tradisi Bubur Asyura bukan sekadar tentang memasak makanan. Ia adalah pengikat silaturahmi, ruang edukasi sosial, dan kesempatan mempererat rasa cinta kepada Allah dan sesama.

Biasanya disertai:

âś… Tausiyah atau pengajian

âś… Santunan anak yatim

âś… Dzikir dan doa bersama

✅ Puasa Tasu’a dan Asyura (9–10 Muharram)

Menghidupkan Nilai di Era Modern

Di zaman yang serba cepat ini, Bubur Asyura mengajarkan bahwa kebahagiaan bisa datang dari kebersamaan dan kepedulian. Dari satu wajan besar, tumpah rasa syukur dan cinta, dibagikan dalam piring kecil ke rumah-rumah yang membutuhkan.

Tradisi ini bukan untuk dikenang saja, tapi untuk dihidupkan dan diwariskan ke generasi muda.

🗨️ Ayo Bagikan Kisahmu!

Pernah ikut masak Bubur Asyura di kampungmu?
Yuk, bagikan kisah dan fotonya dengan tagar:
#BuburAsyura2025 #10Muharram #TradisiNusantara
(Jiyong, 2025)


Oleh: Achmad Haromain
_Dosen FEB UMT_

Berita sebelumyaIkuti Jalan Sarungan di Semarak Festival Al-A’zhom ke-12 Kota Tangerang
Berita berikutnyaProduksi Komoditas Palawija di Kabupaten Lebak Capai 4.453 ton