Tawaf Wada: Tawaf Perpisahan yang Penuh Haru. (Foto; Jiyong2025).

Tawaf Wada, secara harfiah berarti Tawaf Perpisahan, adalah penutup dari rangkaian panjang ibadah haji yang telah dilalui oleh jutaan jamaah dari seluruh dunia. Bagi jamaah haji, ini bukan sekadar ritual terakhir sebelum meninggalkan kota suci Makkah, tapi juga menjadi momen paling emosional dan penuh makna. Banyak di antara mereka yang tak kuasa menahan air mata saat melangkahkan kaki mengelilingi Ka’bah untuk terakhir kalinya dalam perjalanan haji ini.

Dalam hukum syariat, Tawaf Wada merupakan wajib haji, yaitu amalan yang tidak membatalkan haji jika ditinggalkan, tetapi berdosa dan harus membayar dam (denda). Tawaf ini wajib dilakukan oleh setiap jamaah haji yang hendak meninggalkan Makkah menuju tanah air, kecuali bagi perempuan yang sedang haid atau nifas.

Rasulullah ﷺ sendiri menunaikan haji satu kali dalam hidupnya, yaitu yang dikenal sebagai Haji Wada’. Dalam haji ini, beliau menyampaikan khutbah perpisahan yang sarat nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, meletakkan fondasi penting bagi kehidupan umat Islam. Beliau bersabda dalam khutbahnya:

“Wahai manusia! Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah suci sebagaimana sucinya hari ini (10 Zulhijjah), di negeri ini (Makkah), dan di bulan ini (Dzulhijjah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di akhir hidupnya, ketika beliau harus meninggalkan Makkah, Allah ﷻ menguatkan hatinya dengan firman indah:

“Sesungguhnya Dzat yang mewajibkan kepadamu (menjalankan) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali (Makkah).” (QS. Al-Qashash: 85)
“Inna ladzi faradha ‘alaikal qur’āna la rādduka ilā ma’ād.”

Ayat ini menjadi harapan dan penghibur hati bagi setiap jamaah yang meninggalkan Baitullah: bahwa suatu hari, dengan izin Allah, mereka akan dikembalikan ke rumah-Nya yang agung, baik dalam ibadah umrah maupun haji di masa depan.

Dalam suasana Tawaf Wada, doa-doa mengalir deras dari lisan dan hati jamaah. Salah satu doa yang sangat umum adalah:

“Ya Allah, jangan jadikan ini sebagai pertemuan terakhir kami dengan Baitullah. Karuniakan kami kesempatan kembali ke sini dalam keadaan sehat, penuh iman, dan dengan ibadah yang Engkau terima.”

Momen ini juga mengingatkan pada sabda Rasulullah ﷺ:
“Umrah ke umrah berikutnya adalah kafarah (penebus) dosa di antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tawaf Wada menjadi cermin ikatan batin yang kuat antara hati seorang Muslim dengan Ka’bah. Hampir semua jamaah menangis — tidak hanya saat pertama kali melihat Ka’bah yang gagah berdiri di hadapannya, tapi juga saat hendak meninggalkannya. Perasaan syukur, haru, rindu, dan harapan bercampur menjadi satu.

Dalam detik-detik terakhir, Ka’bah menjadi saksi bisu dari segala harapan, doa dan air mata yang mengalir. Tangisan itu bukan hanya karena perpisahan, tapi juga tekad dan kerinduan untuk bisa kembali lagi ke rumah Allah, sebagai tamu-Nya yang istimewa.

Semoga Allah menerima ibadah haji seluruh jamaah, menjadikan hajinya mabrur, dan mengabulkan doanya untuk kembali ke Baitullah. Aamiin._(Jiyong Mekkah 2025)_

Oleh : Achmad Haromain
Dosen FEB UMT

Berita sebelumyaCar Free Day Spesial HUT Ke-79 Bhayangkara Hadirkan Pelayanan Publik dan Job Fair
Berita berikutnyaHadiri Rakornas Pengelolaan Sampah, Sachrudin Tegaskan Komitmen Transformasi Sampah Jadi Energi